Sistem Politik dalam Oligarki Jokowi: Akankah Rakyat Mati di Tangan Penguasa Sendiri?



Oleh : Nurralim

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan SAPMA PP Subkomisariat FAPERSIP 2023-2024

 "Penulis Terbaik" pada Kompetisi Nasional Paper Challenge (2024) oleh Indonesia Education Center


Seperti yang kita ketahui sosok Jokowi adalah seorang sosok presiden ke-7 di Indonesia, yang mana memulai menjabat pada tahun 2014 hingga sekarang, terlepas dari itu sebelumnya sosok Jokowi juga pernah menjabat sebagai wali kota Surakarta pada tahun 2005 hingga tahun 2012, selanjutnya sosok Jokowi sendiri meneruskan karir politiknya sebagai Gubernur Jakarta pada tahun 2012 hingga 2014. Sosok Jokowi sendiri cukup dikenal dikalangan masyarakat Indonesia karena sosoknya yang selalu berbaur dengan para lapisan masyarakat, sementara itu Jokowi juga dikenal sebagai seorang tokoh politik yang tidak mempunyai darah keturunan yang dilatarbelakangi oleh dunia perpolitikan. Pada masa pemerintahanya sendiri banyak yang terdengar isu-isu yang dimana Jokowi sedang membangun politik dinasti di kancah politik Indonesia, tentunya hal tersebut banyak menuai pro dan kontra yang menimbulkan para pengamat politik semakin memperhatikan hal ini, hal tersebut diungkapkan oleh seorang pengamat politik dari Universitas Al-Azhar yaitu Ujang Komarudin. Jika di lihat realita yang terjadi sendiri anakanak serta menantu Jokowi sudah mulai bermunculan dan menampakan sosoknya terhadap dunia perpolitikan di Indonesia itu sendiri.

Politik dinasti sendiri merupakan sebuah proses yang terjadi untuk adanya sebuah pengarahan regenerasi untuk mempertahankan kekuasaan atau mendapatkan kekuasaan, yang dimana dalam hal ini rakyat sangat berperan penting dalam prosesnya, karena rakyat merupakan seseorang yang memilih pemimpinya itu sendiri (Martien Herna Susanti)1. Dengan adanya definisi tersebut pada pemerintahan era jokowi sendiri sebenarnya sudah termasuk ke dalam klasifikasi tersebut, yang dimana hal itu dibuktikan dengan adanya anak sulung Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka yang menjadi wali kota Solo, selain itu menantu dari Jokowi yaitu Bobby Nasution juga menjabat sebagai wali kota Medan yang mengikuti pemilu pada tahun 2020 lalu, dan putra Jokowi selanjutnya yaitu Kaesang Pangarep akan mengikuti pemilu pada tahun 2024 dengan maju di kota Depok 1. Dengan adanya hal tersebut secara tidak langsung Jokowi dan keluarga memiliki serta menggunakan politik kerabat sebagai senjata untuk memperluas kekuasaan yang dimana hal itu dilakukan secara sedikit demi sedikit memperluas kekuasaan tetapi dengan acak tanpa adanya satu wilayah atau titik tertentu yang menjadi pusat kekuasaanya dan hal itu dilakukan secara tidak sadar dan membtuhkan waktu yang rentan cukup singkat.

Menurut Karyudi Sutajah Putra (2013) mengungkap bahwasanya dengan adanya praktik politik dinasti sendiri, di dukung dengan adanya beberapa faktor yang cukup krusial untuk kemulusan proses praktiknya itu sendiri, yang dimana dalam faktor-faktor tersebut terbagai menjadi beberapa point, yakni seperti kekuatan modal financial, kekuatan jaringan dan posisi atau jabatan yang di punya di dalam sebuah partai2. Tidak terlepas dari keluarga jokowi sendiri ketiga aspek tersebut sebenarnya sudah mereka miliki, yang dimana Jokowi sendiri masuk ke dalam partai PDIP, yang selanjutnya diikuti oleh Gibran Rakbuming Raka dan Bobby Nasution. Karena pada dasarnya partai merupakan sebuah wadah penting dalam mengikuti pemilu yang dilakukan di Indonesia sendiri, partai merupakan sebuah penyokong utama dalam menaikan nama-nama calon yang akan mengikuti pemilu karena memiliki jaringan-jaringan atau relasi yang cukup luas serta penyokong terhadap financial baik dalam kebutuhan pemilu ataupun hal yang lainya, walaupun hal itu merupakan sebuah kewajiban para kadernya itu sendiri.

Praktik politik dinasti sendiri merupakan suatu hal yang cukup sulit untuk di hindari dalam suatu politik demokrasi sendiri, yang dimana dalam konteksnya sendiri demokrasi merupakan suatu kekuasaan yang dipegang dari rakyat dan untuk rakyat, tetapi hal tersebut sering kali salah dipahami dalam penggunaanya serta realisasinya sendiri, dengan begitu secara tidak langsung politik dinasti tersebut lama kelamaan semakin berkembang dan menjamur di setiap daerah bahkan hingga nasional, politik turun menurun seringkali terjadi di Indonesia (Nur Hidayati)3 . Semakin mempunyai akses maka akan semakin mudah untuk mengembangkanya. Sehingga yang menjadi masalah utama disini adalah dengan adanya praktik politik dinasti tidak adanya pembangunan yang dilakukan secara kompetensi yang secara benar serta mencapai kebutuhan dari kemampuan yang dibutuhkan untuk menangani berbagai masalah yang dinasmis dalam setiap wilayah yang berbeda-beda. Secara tidak langsung praktik politik dinasti ini meruapakan awal dari adanya sebuah pencederaan yang terjadi di lingkungan demokrasi terutama dalam pemilu dan sebagainya yang berkaitan dengan demokrasi itu sendiri.

Dengan adanya praktik politik dinasti tersebut secara tidak langsung akan memunculkan lahirnya oligarki-oligarki di ranah perpolitikan dan di dalam suatu wilayah atau negara, oligarki sendiri sering di artikan sebagai perebutan kekuasaan yang mengandalkan berbagai relasi yang dipunya yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mempunyai kekuasaan dan menguasai dalam berbagai bidang baik secara ekonomi dan kepentingan politik yang menguntungkan dirinya sendiri dan berbagai kepentingan yang diperlukan ( Robinson dan Hafidz Tahun 2004 dalam Dicky Dwi Ananta Tahun 2016)4. Dalam konteks tersebut menjelaskan bahwasanya politik dinasti dengan oligarki akan saling berkaitan secara terus menerus karena di dalam kedua aspek tersebut para elit politik seperti Jokowi dan para antek-antek beserta keluarganya akan terus berupaya mempertahankan yang akan mereka miliki dan yang akan mereka mau untuk dimiliki, hal tersebut merupakan suatu hal yang sudah lumrah dilakukan oleh para elit penguasa untuk memperebutkan berbagai kekuasaan yang menjadi target utama yang dirasa akan banyak memiliki keuntungan serta benefit yang cukup besar dalam berbagai bidang baik secara ekonomi dan politik.

Sistem yang digunakan oleh Jokowi sendiri cukup efektif dalam menjalankan kepentingan yang dilakukan oleh keluaraga serta dirinya sendiri, karena sistem oligarkinya sendiri cukup hanya mengendalikan berbagai kebutuhan-kebutuhan politik yang menjadi prioritas utama, selanjutnya untuk menguasai berbagai kepentingan-kepentingan yang lain akan mengaitkan sistem politik di dalam ranah pemerintah untuk mempermudah jalanya itu sendiri, dengan menggunakan berbagai relasi yang dipunya tentunya hal tersebut akan sangat menguntungkan untuk perkembanganya dalam melakukan berbagai hal. Dengan menempatkan berbagai kerabat ke dalam lini-lini pemerintahan yang cukup penting tentunya hal tersebut merupakan suatu strategis yang cukup efektif yang dilakukan oleh Jokowi beserta keluarga itu sendiri.

Jika dilihat dari perjalanan Jokowi dikancah politik Indonesia sendiri tentunya Jokowi mempunyai peluang yang cukup besar untuk membangun politik dinasti baik skala daerah atau nasional, hal tersebut dipengaruhi dengan adanya sikap Jokowi yang memiliki citra atau pandangan dari masyarakat sebagai seorang yang mempunyai kepribadian yang cukup sederhana dalam berkehidupan sehari-hari, sehingga hal tersebut merupakan sebuah daya jual Jokowi yang cukup tinggi untuk mempengaruhi berbagai lapisan masyarakat yang ada di Indonesia, hal tersebut merupakan suatu sokongan utama yang dirasa cukup baik untuk memulai pembangunanya sendiri, dengan berbagai dukungan dari anak-anak serta menantunya yang membantu dan ikut maju dalam pemilihan seharusnya itu merupakan suatu cara yang efektif serta strategis dalam menjalankan sebuah misi untuk membangun politik dinasti itu sendiri (Catharina Susy Triputrani)5 . Dengan dibarengi oleh kontrol jokowi terhadap perpolitikan yang ada di Indonesia tentunya hal tersebut merupakan suatu aspek yang cukup krusial dalam melangkah ke arah selanjutnya.

Tetapi jika hal tersebut terus menerus di diamkan serta tidak mendapat perlawanan dari masyarakat hal tersebut merupakan suatu hal yang fatal dalam demokrasi yang ada di Indonesia sendiri, banyak kerugian yang akan diterima oleh rakyat karena kecacatan demokrasi yang sudah menyebar terutama yang dilakukan oleh Jokowi itu sendiri, tidak bisa dipungkiri hal tersebut merupakan suatu layanan terbuka untuk umum dengan siapapun calon yang akan maju dalam pemilu, tetapi hal tersebut bisa menjadi bumerang yang akan berimbas bagi masyarakat karena kesalah pahaman dalam mengartikan sebuah penjelasan yang diartikan oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus menghilangkan berbagai keputusan serta sikap apatis yang akan merugikan halhal yang akan menjadi sebuah pengaruh yang cukup besar untuk kedepanya, dengan hal tersebut masyarakat secara tidak langsung dipaksa untuk melek akan adanya politik yang sedang berjalan di kancah politik terutama yang ada di Indonesia sendiri.

 

Sumber :

Susanti, Martien Herna. 2017. Dinasti Politik Dalam Pilkada Di Indonesia. Journal Of Government And Civil Society. Vol. 1. No. 2. Hal 111-119.

Karyudi, Sutajah Putra Dalam Suara Merdeka “ Kompetisi Politik Dinasti”, Tanggal 18 Oktober 2013.

Hidayati, Nur. 2014. Dinasti Politik Dan Demokrasi Indonesia. ORBITH. Vol. 10. No. 1. Hal. 18-21.

Ananta, Dicky Dwi. 2016. Politik Oligarki Dan Perampasan Tanah Di Indonesia: Kasus Perampasan Tanah Di Kabupaten Karawang Tahun 2014. Jurnal Politik. Vol. 2. No. 1. Hal. 101-135.

Triputrani, Catharina Susy. 2023. Oligarki Dan Konvergensi Media Dalam Pemberitaan “ Jokowi 3 Periode”. Jurnal Multidisiplin Universitas Pramita Indonesia. Vol 17. No. 1. Hal 23-39.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url