Demokrasi : Sebuah Jalan yang Penuh Rintangan

 


Pengertian Demokrasi

Menurut KBBI :

Bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintah rakyat.

Gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.

Menurut Abraham Lincoln :

“Demokrasi adalah The Government of the People by The People and for The People. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam satu sistem pemerintahan”.

Menurut Hans Kelsen :

“Demokrasi merupakan pelaksanaan kekuasaan negara dimana rakyat telah memiliki keyakinan bahwa segala kehendak serta kepentingan mereka akan selalu diperhatikan dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut”.

Menurut Yusuf Al Qordhawi :

“Warga masyarakat dapat menunjuk seseorang untuk mengurus maupun mengatur segala urusan mereka melalui suatu wadah yang dinamakan Demokrasi”.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti:

  • Pemimpin Bukanlah orang yang dibenci oleh masyarakat;
  • Peraturan-peraturan yang berlaku bukanlah merupakan peraturan yang tidak dikehendaki;
  • Masyarakat berhak meminta pertanggung jawaban kepada pemimpin apabila terjadi suatu permasalahan;
  • Masyarakat juga memiliki hak untuk memberhentikan atau menurunkan pemimpinnya apabila terbukti melakukan penyelewengan;
  • Masyarakat tidak boleh dibawa dalam suatu sistem pemerintahan yang tidak mereka kenal dan tidak mereka sukai dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, serta politik.

 

Historis Demokrasi

Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan berasal dari bahasa Prancis Pertengahan dan Latin Pertengahan lama. Konsep demokrasi lahir dari Yunani kuno yang dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke IV SM sampai dengan abad ke VI SM. Demokrasi yang dipraktikkan pada waktu itu adalah demokrasi langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusankeputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh rakyat atau warga negara.

Kata ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía) "kekuasaan rakyat" , yang terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos) "kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim (lawan kata) dari ἀριστοκρατία (aristocratie) "kekuasaan elit" yang pada saat itu menuai banyak kontribusi dengan kekuasaan sentralis-nya.

 

Jenis Demokrasi

Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya.

  • Demokrasi Langsung

Yaitu proses demokrasi di mana semua elemen masyarakat ikut dalam permusyawaratan untuk merumuskan dan memutuskan kebijakan Undang-Undang. Demokrasi ini membutuhkan partisipasi luas warga dalam politik. Demokrasi langsung adalah ketika warga negara dapat menentukan kebijakan secara langsung, tanpa perwakilan, perantara atau majelis parlemen. Jika pemerintah harus mengesahkan undang-undang atau kebijakan tertentu, peraturan tersebut ditentukan oleh rakyat. Mereka memberikan suara pada suatu masalah dan menentukan nasib negara mereka sendiri.

  • Demokrasi Tidak Langsung

Di kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan, ini disebut demokrasi perwakilan. Konsep demokrasi perwakilan muncul dari ideide dan institusi yang berkembang pada Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan Prancis.

 

Demokrasi dalam UUD NRI 1945

Tidak ada penyebutan kata “Demokrasi” secara eksplisit (tersurat), akan tetapi nilai-nilai demokrasi termuat dalam batang butuh UUD NRI 1945. Nilai-nilai demokrasi misalnya dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang- Undang Dasar. Selain itu nilai-nilai demokrasi juga dapat dilihat dari ketentuan pemilihan umum dalam Pasal 22E UUD NRI 1945 yang berdasarkan “luber jurdil” serta pemilihan kepala daerah secara demokratis. Implementasi demokrasi Pancasila diatur dalam:

  • Pasal 28 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), bahwa ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang”;
  • Pasal 28E Ayat 3 NRI 1945, berbunyi “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat“ , dipertegas dengan adanya;
  • Ketetapan MPR No. XVII/ MPR/ 1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 19 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kemerdekaan, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Hal ini berarti setiap warganegara memiliki hak untuk menyampaikan gagasan atau pendapat melalui demonstrasi, sedangkan dalam pelaksanaannya negara memberikan pelayanan, pengayoman, perlindungan dan pengamanan secara hukum dengan kehadiran Kepolisian/Brimob.”

Negara demokrasi adalah negara yang menganut bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan dengan mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif, dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balance.

 

Pokok-Pokok Demokrasi di Indonesia

  • Mengedepankan musyawarah mufakat;
  • Mengedepankan kepentingan umum;
  • Kekuasaan tertinggi ada pada rakyat;
  • Penyaluran aspirasi rakyat melalui Lembaga perwakilan rakyat;
  • Berdasarkan Hukum;
  • Pemerintah berdasarkan konstitusi;
  • Kepala negara, atas nama rakyat (legitimasi rakyat);
  • Mengakui hak dan kewajiban (hak asasi);
  • Memiliki kelembagaan dan pengaturan wilayah negara;
  • Menganggap bahwa demokrasi bukan tujuan tetapi sarana untuk mencapai tujuan.

 

Dinamika Demokrasi di Indonesia

Sebuah desain besar Indonesia yang demokratis telah diletakkan dan mulai dijalankan. Namun masih menghadapi berbagai kejadian yang belum mencerminkan kehidupan demokratis yang cerdas dan bermakna. Penggunaan kebebasan masih sering melampaui batas kepatutan dan hukum, serta bahkan ada yang mengarahkan ke anarki. Perbedaan pandangan dan kepentingan masih sering disampaikan dengan cara yang tidak berbudaya dan bahkan menggunakan kekerasan. Kekecewaan dan kemarahan karena kelelahan dalam suatu proses demokratis, misalnya pemilu sering kali juga ditumpahkan dalam bentuk kekerasan.

Demokrasi berhasil diraih, kebebasan diperoleh, hak asasi manusia berhasil diratifikasi. Namun, dua puluh satu tahun sesudah apa yang disebut Reformasi, segala semangat gembira sudah menguap. Di satu sisi, Reformasi berhasil mewujudkan demokrasi serta meratifikasi hakhak asasi manusia ke dalam undang-undang, dan menciptakan iklim kebebasan berpendapat. Namun di sisi lain, sebagian besar agenda Reformasi ‘gagal total’. Reformasi telah mencapai jalan buntu. Kita seolah diseret dalam peta politik Orde Baru di mana pers dibungkam, korupsi merajalela, oligarki membajak demokrasi, pelanggaran dan kejahatan HAM terus terjadi, pemerkosaan terhadap hukum, ketimpangan agraria, kesenjangan ekonomi yang kian menganga lebar, kriminalisasi KPK, dan berbagai krisis lainnya mencuat.

Pada titik ini, politik pasca reformasi tidak lagi menjadi instrumen kesucian untuk mengabdi pada kesejahteraan umum. Merujuk pada pemikiran Featherstone, dunia perpolitikan kita pasca Reformasi menjadi dunia seolah- olah (virtual reality). Negara disebut demokratis, tetapi nepotisme bertumbuh subur. Fokus pada divestasi, namun kebanyakan memperkaya kantong pribadi. Target negara adalah pemberantasan korupsi namun selalu ada jalan untuk berkonspirasi dengan koruptor.



Empat Pilar Demokrasi

Terdapat empat pilar yang menjadi penopang demokrasi di Indonesia. Keempatnya harus saling menopang. Bila satu pilarnya cacat, maka akan berdampak terhadap kinerja pilar lainnya. Empat pilar tersebut adalah Lembaga Eksekutif, Lembaga Legislatif, Lembaga Yudikatif, dan Kebebasan Pers.

1. Lembaga Eksekutif

Menurut Pakar Politik Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, lembaga eksekutif adalah badan yang berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk menjalankan pemerintahan. Adapun tugasnya yaitu melaksanakan kebijakan-kebijakan yang terlah ditetapkan badan legislatif, serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Contoh lembaga atau badan eksekutif adalah Presiden (dibantu Kementerian) dan Kepala Daerah. Di Indonesia, mereka dipilih melalui mekanisme Pemilihan Umum. Pemilihan Presiden (Pilpres) untuk pemilihan Presiden dan Wakilnya, dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk pemilihan Kepala Daerah.

2. Lembaga Legislatif

Merupakan lembaga yang membuat undang-undang. Anggotanya dianggap mewakili rakyat sesuai dengan daerah pemilihan (Dapil) sebagaimana Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2013. Contoh lembaga legislatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Anggotanya dipilih melalui Pemilihan umum yaitu Pemilihan Legislatif (Pileg).

3. Lembaga Yudikatif

Adalah lembaga yang melakukan fungsi peradilan, pengawasan, nasihat, dan memantau jalannya roda pemerintahan dengan menjadikan hukum sebagai acuan. Lembaga yudikatif mencakup Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Berbeda dengan eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum, pejabat yudikatif dipilih pejabat tertentu dengan mekanisme yang berbeda untuk setiap badannya.

4. Pers

Tidak seperti tiga lembaga di atas yang memiliki posisi politik formal, pers berada di luar sistem namun memiliki posisi strategis. Kebebasan pers di Indonesia diatur dalam UUD NRI 1945. Pada negara demokrasi, masyarakat memiliki kebebasan menyampaikan pendapat. Oleh karenanya, kebebasan pers telah menjadi tolok ukur kualitas demokrasi di suatu negara. Selain itu, kebebasan pers juga mencegah potensi oknum negara untuk melakukan penyelewengan kekuasaan. Pers harus tetap kritis dan bersuara bersama terhadap isu-isu terkait kepentingan. Misal, melawan korupsi yang disuarakan oleh pers, maka itu sama halnya dengan menyuarakan untuk melawan kemiskinan, hak asasi manusia, mengkritik bobroknya birokrasi. Sehingga dilihat secara komparatif per situ merupakan pilar demokrasi yang keempat dan masih relatif-objektif dalam menyikapi fenomena.

Jika tidak ada pers, penyelewengan yang dilakukan oknum pejabat publik atau oknum politisi akan terus tersembunyikan. Pers harus tetap mempertahankan jati dirinya. Bekerja berpedoman pada Kode Etik dan sesuai UU Pers No 40 Tahun 1999. Karena, jati diri pers terletak pada fungsinya memberikan pendidikan, informasi, dan hiburan yang objektif, sesuai fakta dan bukan hoaks. Pers, harus tetap berpedoman pada substansi pemberitaan bukan hanya tergantung pada trending topik di media sosial.

 

Bagaimana Publik Terlibat dalam Menjaga Pilar Demokrasi

Masyarakat dapat berkontribusi dalam menjaga pilar-pilar demokrasi. Caranya adalah dengan tidak apatis terhadap politik dan bekerja sama dengan organisasi sosial untuk saling mengawasi keempat pilar tersebut.  Dengan tidak apatis terhadap politik dan berkolaborasi melalui organisasi-organisasi sosial maka pengawasan terhadap bekerjanya pilar-pilar demokrasi tersebut akan lebih masif demi mengawal proses demokrasi.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url