Sejarah Pendidikan Indonesia dari Masa ke Masa
Ajaran
Agama Menjadi Landasan Pendidikan
1. Pendidikan
Hindu-Budha
Sistem
pendidikan semenjak periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia
sepenuhnya sudah bermuatan keagamaan. Pelaksanaan pendidikan keagamaan
Hindu-Budha berada di padepokan-padepokan. Ajaran Hindu-Budha ini memberikan
corak praktik pendidikan di zaman kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Kerajaan
Kutai (Pulau Kalimantan), Kerajaan Tarumanegara hingga Majapahit (Pulau Jawa),
Kerajaan Sriwijaya (Pulau Bali dan Sumatera). Kaum Brahmana pada masa
Hindu-Budha merupakan kaum yang menyelenggarakan pendidikan dan pelajaran. Maka
perlu diketahui bahwa sistem kasta yang diterapkan di Indonesia tidak terlalu
keras seperti sistem kasta yang ada di India. Adapun beberapa materi-materi
yang dipelajari ketika pendidikan keagamaan Hindu-Budha berlangsung, yaitu
teologi (ilmu agama), bahasa dan sastra (ilmu kecakapan), ilmuilmu
kemasyarakatan (ilmu sosial), ilmu-ilmu eksakta (ilmu perbintangan), ilmu pasti
yaitu (perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa), dsb.
Sejarah agama
Hindu-Budha di Indonesia berbeda dengan sejarahnya di India. Disini, kedua
agama tersebut dapat tumbuh berdampingan dan harmonis. Bahkan ada kecenderungan
syncretism antara keduanya dengan upaya memadukan figur Syiwa dan Budha sebagai
satu sumber yang Maha Tinggi. Sebagaimana tercermin dari satu bait syair
Sotasoma karya Mpu Tantular pada zaman Majapahit “Bhinneka Tunggal Ika”, yakni
dewa-dewa yang ada dapat dibedakan (bhinna), tetapi itu (ika) sejatinya adalah
satu (tunggal). Sekalipun demikian, patut diketahui sempat adanya sejarah
konflik politik antar kerajaan yang berbeda agama pada masa-masa permulaannya.
Pada masa
Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah diterapkan
di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. Adapun materi-materi
pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra,
ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu
pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan lain-lain.
Pola
pendidikannya mengambil model asrama khusus, dengan fasilitas belajar seperti
ruang diskusi dan seminar. Dalam perkembangannya, kebudayaan Hindu-Budha
membaur dengan unsurunsur asli Indonesia dan memberi ciri-ciri serta coraknya
yang khas. Sekalipun nanti Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir runtuh
pada abad ke-15, tetapi ilmu pengetahuannya tetap berkembang khususnya di
bidang bahasa dan sastra, ilmu pemerintahan, tata negara dan hukum. Beberapa
karya intelektual yang sempat lahir pada zaman ini antara lain: Arjuna Wiwaha
karya Mpu Kanwa (Kediri, 1019), Bharata Yudha karya Mpu Sedah (Kediri, 1157),
Hariwangsa karya Mpu Panuluh (Kediri, 1125), Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh,
Smaradhahana karya Mpu Dharmaja (Kediri, 1125), Negara Kertagama karya Mpu
Prapanca (Majapahit, 1331-1389), Arjunawijaya karya Mpu Tantular (Majapahit,
ibid), Sotasoma karya Mpu Tantular, dan Pararaton (Epik sejak berdirinya Kediri
hingga Majapahit).
Pada periode
akhir berkembangnya pendidikan Keagamaan HinduBudha, pola pendidikan dilakukan
oleh para guru pengajar di padepokan-padepokan tidak lagi bersifat kolosal
dalam kompleks, dengan jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi
pembelajaran yang bersifat religius dan spiritual. Selain belajar untuk
menuntut ilmu, para murid di padepokan ini juga harus bekerja demi terpenuhinya
kebutuhan sehari-hari mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada masa pendidikan
keagamaan Hindu-Budha pengelola pendidikan adalah kaum Brahmana, bersifat tidak
formal, dapat mengundang guru untuk datang ke istana, dan pendidikan kejuruan
dilakukan secara turuntemurun melalui jalur kastanya masing-masing.
2. Pendidikan Islam
Islam sebagai
sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya
Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada
jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah
di Asia Barat sejak abad 7. Singkatnya Islam terus mengokoh menjadi institusi
politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama
Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M.
Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan
Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah. Kesultanan
Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui
pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16
di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu.
Di
kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui
sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari
kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut. Penyebaran Islam dilakukan melalui
hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah
atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar
Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini
bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada
para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan
meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan
lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut.
Saudagar asal
Gujarat pada abad ke-13 menjadi salah satu ciri-ciri dari mulainya pendidikan
berlandaskan ajaran Islam di Indonesia. Mulamula kehadiran mereka terjalin
melalui hubungan teratur dengan para pedaganag asal pulau Sumatra dan Jawa.
Kemudian, para saudagar yang beragama Islam asal Gujarat itu di Indonesia
menjadi penyebar agama Islam. Ajaran agama Islam awal berkembang di kawasan
pantai pesisir, sementara ajaran agama Hindu masih kuta di kawasan pedalaman.
Kerajaan Samudra-Pasai (1297) di Indonesia menjadi kerajaan Islam pertama lebih
tepatnya Aceh. Jauh sebelum Kerajaan Samudra-Pasai berdiri pengaruh ajaran
Islam sudah masuk terlebih daulu ke Indonesia. Terbukti dengan adanya batu
nisan seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun pada tahun 476 H (1082 M) di
Leran, dekat Gresik Jawa Timur.
Pada masa
pra-kolonial pendidikan agama Islam berbentuk pendidikan di pesantren,
pendidikan di musola/langgar dan pendidikan di madrasah. Pertama, Pendidikan di
musola/langgar dilaksanakan secara sederhana dengan binaan guru mengaji yang
memiliki status dibawah kyai, materi yang diajarkan membaca Al-Qur’an dan Fiqih
Dasar. Kedua, Pendidikan di pesantren memiliki sistem pendidikan pemondokan
sederhana, materi pembelajaran bersifat khusus (keagamaan), penghormatan
tertinggi kepada guru, tidak ada gaji untuk guru karena memotivasi santri
semata-mata karena Allah SWT., dan santri datang untuk menuntut ilmu secara
suka rela. Ketiga, pendidikan di madrasah memiliki sistem pendidikan yang
mengajarkan agama dan ilmu pengetahuan seperti astronomi (ilmu falak), dan ilmu
pengobatan. Ketiga sistem pendidikan Islam ini tetap bertahan sejak datangnya
kolonial Belanda hingga saat ini.
3. Pendidikan Katholik dan Kristen
Protestan
Pendidikan Katholik bermula dari abad ke-16 melalui orang-orang Portugis yang menguasai Malaka. Portugis memiliki usaha mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa, dikarenakan saat itu harga rempah-rempah sangat mahal. Portugis bersama misionaris KatholikRoma berperan ganda sebagai penasehat spiritual, menempuh perjalanan jauh disertai menyebar agama agama yang diyakini pada setiap tempat yang didatanginya. Segera setelah Portugis dan KatholikRoma menduduki suatu pulau, menjadikan penduduk setempat sebagai pemeluk Katholik-Roma merupakan usaha utama yang mereka lakukan. Kemudian, untuk mendidik anak-anak setempat didirikanlah acara seminar-seminar. Namun, hanya sekitar setengah abad (500 tahun) kekuasaan Portugis itu bertahan dan tidak berlangsung lama karena diusir oleh Spanyol. Kemudian sistem pendidikan bercorak agama Kristen-Protestan tersebar di bawah pengaruh bangsa Belanda di Indonesia.
Kepentingan Penjajah menjadi
Landasan Pendidikan
1. Pendidikan Masa Portugis
Indonesia
mengalami perkembangan dari aspek ekonomi yaitu perdagangan pada abad ke-16.
Saat itu datanglah Portugis disusul dengan bangsa Spanyol datang ke Indonesia
untuk berdagang dan menyebarkan Agama Nasrani (Khatolik). Portugis datang ke
Indonesia bersama dengan missionaris salah satu namanya ialah Franciscus
Xaverius. Dalam penyebaran agama Nasrani (Katholik), menurut Franciscus
Xaverius sangat diperlukan untuk mendirikan sekolah-sekolah (seminarie).
Pada tahun 1536
telah berdiri sebuah seminarie di Ternate yang menjadi sekolah agama anak-anak
orang terkemuka. Pelajaran yang dierikan di sekolah Nasrani (Katholik) ini ada
beberapa diantaranya pelajaran agama, membaca, menulis dan berhitung. Kabupaten
Solor, Flores Timur juga mendirikan semacam seminarie dan mempunyai kurang
lebih 50 orang murid yang juga mengajarkan bahasa Latin. Tujuh kampung di Ambon
penduduknya sudah beragama Katholik pada tahun 1546, di kampung ini ternyata
juga menyelenggarakan pengajaran untuk rakyat umum. Pengajaran ini sering
menimbulkan pemberontakan sehingga akhir abad ke-16 musnahlah kekuatan Portugis
di Indonesia. Ini menandakan hilang juga missi Katholik di Maluku. Hilangnya
tenaga missi itu menjadi salah satu akibat dari jatuhnya Negara sehingga
usaha-usaha pendidikan terpaksa harus diberhentikan.
2. Pendidikan Masa Belanda
Belanda datang
ke Pulau Jawa Indonesia untuk berdagang dan menciptakan kekuasaan baru setelah
berakhirnya kekuasaan Portugis pada akhir abad ke-16. Belanda yang bergabung
dalam badan perdangan VOC, menganggap bahwa agama Katholik yang disebarkan oleh
Portugis perlu digantikan dengan agama Protestan yang dianutnya. Dengan itulah
sekolahsekolah keagamaan didirikan terutama di daerah yang dulunya telah
terpengaruh agama Nasrani (Katholik) oleh Portugis dan Spanyol. Sekolah pertama
di Ambon didirikan oleh VOC pada tahun 1607.
Pembelajaran
yang diberikan yaitu membaca, menulis dan sembahyang. Guru pendidik berasal
dari Belanda dan mendapat upah. Salah satu alasan tidak ada susunan
persekolahan dan gereja di Pulau Jawa karena Pulau Jawa tidak terkena pengaruh
Portugis. Pada tahun 1617 sekolah pertama didirikan di Jakarta, lima tahun
kemudia pada 1622 sekolah itu mempunyai murid 92 laki-laki dan 45 perempuan.
Sekolah ini memiliki tujuan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap
sehingga dapat dipekerjakan di administrasi dan gereja pada pemerintahan.
Bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar hingga tahun 1786. Pendidikan kejuruan
mulai muncul sejak abad ke-19 dan pada abad ke-20 muncul golongan baru yaitu
golongan cerdik, pandai yang mendapat pendidikan Barat, namun golongan ini
tidak mendapat tempat dan perlakuan wajar dalam masyarakat kolonial.
Partai yang
timbul sesudah tahun 1908 ada yang berdasarkan Sarekat Islam, berdasarkan
sosial seperti Muhamadiyah, ada pula berdasarkan asas kebangsaan seperti
Indische Partij, budi utomo, Perguruaan Nasional taman siswa. Pada akhir era
abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal
bagi masyarakat Indonesia dengan struktur sebagai berikut:
- ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar bagi orang eropa;
- HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar bagi pribumi;
- MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah menengah;
- AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) – Sekolah atas;
- HBS (Hogere Burger School) – Pra-Universitas.
Memasuki abad
ke 20, Belanda memperdalam pendidikan di Indonesia dengan mendirikan sejumlah
perguruan tinggi bagi penduduk Indonesia di pulau Jawa. Beberapa perguruan
tinggi tersebut adalah:
- School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) – Sekolah kedokteran di Batavia;
- Nederland-Indische Artsen School (NIAS) – Sekolah kedokteran di Surabaya;
- Rechts Hoge School – Sekolah hukum di Batavia;
- De Technische Hoges School (THS) – Sekolah teknik di Bandung.
3. Pendidikan Masa Jepang
Jepang
merupakan salah satu negara penjajah Indonesia yang berlangsung lumayan pendek
(17 Maret 1942–17 Agustus 1945). Jepang menguasai Indonesia dimana perang,
segala usaha Jepang di tunjukan hanya untuk perang. Murid-murid
bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil, dan pasir untuk pertahanan,
halaman seolah ditanami umbi-umbian dan sayur untuk bahan pangan, menanam pohon
jarak untuk menambah pasokan minyak demi kepentingan perang.
Runtuhnya pengaruh kolonial Belanda diikuti dengan tumbangnya sistem pendidikannya pula. Banyak orang Belanda diinternir oleh pemerintah militer Jepang sehingga banyak sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan atas lenyap. Hanya susunan sekolah untuk anak-anak Indonesia saja yang tertinggal. Pendidikan Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko) 6 tahun, Sekolah Menengah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) 3 tahun yang ada di Indonesia sejak masa Jepang dan masih banyak lagi sekolah kejuruan (sekolah guru), yaitu sekolah untuk mempersipkan tenaga pendidik dalam jumlah yang besar demi memompa dan mempropagandakan semangat Jepang kepada anak didik.
Pendidikan Pasca Kemerdekaan
1. Pendidikan pada Masa
Kemerdekaan
Tokoh
pendidikan yang berjasa pada masa kolonial Belanda seperti Ki Hajar Dewantara,
Moh. Syafe’i dari INS, Mr. Suwandi yang mengganti ejaan Bahasa Indonesia yang
disusun sebelumnya oleh Van Phuysen. Dari beberapa tokoh di atas, pemerintahan
Indonesia telah berupaya untuk mengangkat tokoh yang berjasa dalam pendidikan
Indonesia dimasa kolonial ini pada awal pendidikan masa kemerdekaan.
Pengangkatan Menteri PP dan K. Prof. Dr. Priyono dari partai Kiri Murba menjadi
tanda pengaruh masuknya ideologi kiri di dunia pendidikan.
2. Pendidikan pada Masa Orde
Baru
Usaha
pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya telah
dilancarkan oleh pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknorat dalam pucuk
pimpinan pemerintahan. Rencana pendidikan dalam Pelita I ini dapat dikembangkan
menurut satu rencana dan menyesuaikan keuangan Negara. Harga minyak tanah yang
melonjak naik pada masa orde baru ini berakibat pada keuangan Negara yang
membengkak. Hal ini menjadi penyebab di dirikannya SD Inpres (Instruksi
Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak buku pelajaran. Hasil dari Pelita I
dalam bidang pendidikan yaitu telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru. Enam
puluh tiga koma lima juta buku SD kelas I telah dibagikan, 6000 gedung SD
dibangun, 57.740 orang guru terutama guru SD diangkat, serta 5 Proyek Pusat
Latihan Teknik yaitu di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang
telah dibangun.
3. Pendidikan pada Masa
Reformasi
Kurikulum 1994
digunakan pada masa pemerintahan Habibie telah mengalami penyempurnaan pada
masa pemerintahan Gus Dur. Pendidikan pada masa pemerintahan Megawati mengalami
perubahan tatanan, antara lain: - Diubahnya Kurikulum 1994 ke Kurikulum 2000
menjadi Kurikulum 2002 setelah disempurnakan (Kurikulum Berbasis Kompetensi),
yaitu kurikulum dalam orientasinya dalam pendidikan fokus pada 3 aspek utama
yang dikembangkan, antara lain aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. - UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disahkan pada 8 Juli 2003
yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan
menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjujung
HAM.