Antropologi Kampus - Sejarah NKK/BKK dan Organisasi Mahasiswa
Sejak masa
perjuangan kemerdekaan, mahasiswa digambarkan sebagai agen perubah bangsa.
Golongan muda yang sanggup mengguncang dunia, jika dikutip dari perkataan
Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno. Mahasiswa digambarkan sebagai
golongan yang berambisi tinggi, dengan semangat dan energi yang meluap-luap
dalam dada. Seperti jika kita menengok ke belakang, kita bisa lihat berbagai
gerakan mahasiswa yang bahkan dapat memberi corak dalam sejarahperjuangan
kemerdekaan Indonesia, masa kemerdekaan Indonesia, dan masa pasca kemerdekaan
Indonesia. Kekuatan mahasiswa begitu besar, sampai ada pihak yang berkeinginan
untuk menekan lingkup pergerakan mahasiswa di ranah politik. Hingga pada masa
Orde Baru, Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan Kabinet Pembangunan III
(1978–1983), mengeluarkan kebijakan mengenai Normalisasi Kehidupan Kampus dan
Badan Koordinasi Kemahasiswaan, atau biasa disebut dengan NKK/BKK.
Dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan No. 0156/U/1978 dan Surat Keputusan No.
037/U/1979, aktivitas politik dan organisasi mahasiswa di kampus dihilangkan.
Kampus menjadi kawasan steril dari aktivitas politik. Bagi mereka yang nekat
untuk terus melakukan pergerakan di ranah politik, maka akan mendapat sanksi,
salah satunya di pecat dari status kemahasiswaannya di kampus tersebut. Meski
dipercaya dapat mematikan daya kritis mahasiswa terhadap pemerintah, tujuan
dari kebijakan ini adalah mengembalikan fungsi utama kampus sebagai lembaga
keilmuan yang berfokus pada pengembangan ilmu dan teknologi. Mahasiswa dituntut
untuk tidak melakukan tindakan yang dianggap sebagai praktik politik di
lingkungan kampus.
Kebijakan NKK/BKK dinilai sebagai pelanggaran Hak Manusia untuk berkumpul dan berpendapat. Ditambah, kebijakan ini diberlakukan kepada agen perubah bangsa, mahasiswa Indonesia yang diharapkan dapat memberikan kontribusi demi Indonesia yang lebih baik. Dicabutnya kebijakan ini menandakan suara mahasiswa dalam ranah politik dapat tumbuh dan berkembang kembali. Mahasiswa sebagai generasi penerus kepemimpinan bangsa patut berpikir kritis bukan hanya dalam masalah akademik dan pengembangan teknologi, namun juga dalam lingkup sosial dan politik.
Kampus sebagai Kaderisasi
Pemimpin
Di Indonesia,
kampus atau organisasi mahasiswa sebagai wadah kaderisasi pemimpin sudah
berlangsung lama. Bahkan sejak zaman kolonial Belanda. Dikenal sebagai Sekolah
Kedokteran bagi pribumi, Stovia melahirkan pemikir pejuang kemerdekaan, menjadi
kampus perjuangan pertama di Indonesia. Dari kampus ini lahir para pemimpin
bangsa, dengan mendirikan organisasi Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908.
Momentum bagi pergerakan kebangkitan nasional. Peristiwa 1966 penggulingan
kekuasaan Soekarno ke Soeharto, juga diwarnai dengan ikut sertanya
kampus-kampus dari berbagai daerah. Beberapa mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi ikut andil dalam upaya mengganti Orde Lama menjadi Orde Baru. Yang
kemudian sebagian aktivis di zaman Orde Baru ikut mewarnai serta memimpin arah
perbangunan nasional.
Pergerakan
mahasiswa menggunakan kampus sebagai basis pergerakan untuk menumbangkan rezim
Soeharto sempat terhenti setelah peristiwa 77/78. Sebagian ketua dewan
mahasiswa se Indonesia ditangkap dan dijebloskan ke penjara, menyusul penolakan
terhadap kepemimpinan Soeharto yang otoriter, membungkam mahasiswa dan
tokoh-tokoh politik saat itu. Melalui penerapan konsep NKK/BKK, dengan
membekukan kegiatan seluruh DM/SM, maka masa kebebasan mimbar terhenti dengan
konsep Normalisasi Kehidupan Kampus. Dalam arti lain, meniadakan kegiatan
politik praktis di kampus, memberikan ancaman kepada rektor dan mahasiswa untuk
tidak mengijinkan segala aktivitas kemahasiswaan yang mengarah pada politik
praktis.
Keadaan ini walaupun mendapat perlawanan dari para aktivis kampus, dengan melakukan protes ke DPR, kekuatan rezim Soeharto bukan semakin memudar, tetapi semakin menguat. Sementara para aktivis kampus terutama yang sempat mendekam di penjara dan yang tidak, mengalami pembatasan-pembatasan termasuk dalam seleksi penerimaan pegawai negeri atau dosen, dengan seleksi "litsus" yang memblok para aktivis. Selanjutnya, kehidupan kampus menjadi kehidupan normal sebagai yang dikehendaki penguasa, tanpa hingarbingar politik praktis. Para mahasiswa berlomba menyelesaikan studinya tepat waktu lalu memasuki pasar kerja. Kehidupan politik sepenuhnya dikuasai oleh militer dengan konsep dwi fungsinya.Sehingga ,jabatan-jabatan publik didominasi oleh militer dan teknokrat kampus. Kondisi ini dapat dikatakan sebagai masa kelam bagi aktivis gerakan mahasiswa 77/78. Hampir bisa dikatakan mereka tidak mendapat peran sama sekali dalam pemerintahan rezim Soeharto.
NKK/BKK Era Sekarang
Mencermati
dinamika beberapa kampus saat ini, Sistem seperti NKK/BKK kini mulai kembali
terasa di kampus-kampus. Dengan model baru yakni NKK/BKK Zaman Now. Beragam
bentuk praktiknya yang dapat kita temui dilapangan saat ini. Ada larangan
mengenakan cadar dikampus, ada pula yang diskosrsing dan bahkan di DO karena
berorasi di lingkungan kampus, mendoktrin dan melarang para mahasiswa untuk
demo, melakukan upaya yang sangat represif ketika mahasiswa berunjuk rasa, dan
lain sebagainya. Bahkan berorganisasi dianggap bodoh. Kampus sebagai ruang
pengembangan kapasitas intelektual, kini ibarat “industri pencetak mesin”.
Bukankah
membatasi orang berpendapat itu melawan hukum? Setiap orang punya hak dalam
menyampaikan pendapat, dimana tertulis dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) UUD
1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Selain itu, kemerdekaan mengemukakan
pendapat merupakan sebagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam pasal 19
dan 20 Deklaratio Universal of Human Right PBB. Mahasiswa zaman now dihadapkan
kepada NKK/BKK bentuk baru dengan cara-cara yang lebih halus dan elegan.
Gerakan politik moral mahasiswa dialihkan perhatiannya. Aktivitas kemahasiswaan
hanya dibatasi kepada aktivitas pemuasan kebutuhan keilmuan dan penelitian
semacam seminar, lokakarya, dan semacam itu saja. Hal ini berakibat kepada
pengucilan peran politik mahasiswa terhadap negara.
Hari ini
NKK/BKK hadir kembali, meskipun tidak dengan format yang sama persis pada era
1980-an. Cara-cara yang lebih halus dipilih agar mahasiswa tidak dapat sama
sekali atau telat memahami perkembangandan situasi politik yang terjadi di
masyarakat, bangsa dan negara. Cara-cara yang dimaksud ini pun juga banyak
ditunjang oleh media-media yang menampilkan promosi, iklan, berita, maupun
opini yang diarahkan kepada pengucilan gerakan politik mahasiswa.