Sejarah Perkembangan Masyarakat - Mengenal Lebih Jauh Penyebab Struktur Sosial Hari Ini
Pendahuluan
Untuk dapat hidup manusia
harus melakukan kerja produksi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Berkembangnya
marsyarakat bukan karena kekuatan yang berada diluar masyarakat, tetapi di
dalam kekuatan masyarakat itu sendiri, yaitu bahwa manusia pembuat sejarah mereka
sendiri. Tapi dasar syarat materiil objektif yang mereka warisi dari abad yang
silam. Diantara syarat materiil masyarakat, materiil yang diperlukan bagi
kehidupan manusia, merupakan syarat yang menentukan. Sudah tentu faktor
materiil lain seperti geografi, iklim, kepadatan penduduk dll.
Mempunyai pengaruh dalam kehidupan masyarakat, tapi faktor ini tidak merupakan hal yang mendasar sebagai proses perkembangan masyarakat. Berbagai sistem masyarakat bisa terdapat dalam keadaan geografi, iklim, ataupun kepadatan yang sama. Tapi faktor yang primer bagi kelangsungan hidup masyarakat ialah kegiatan bekerja manusia untuk menghasilkan barang keperluan hidupnya. Artinya manusia harus berproduksi. Sebagai mana dikatakan Friedrich Engels, yaitu: “manusia harus lebih dulu makan, minum, mempunyai perumahan dan pakaian sebelum mengusahakan politik, ilmu, kesenian, agama, dsb. Tanpa kegiatan produksi itu, setiap masyarakat akan binasa, betapa tinggipun perkembangan intelektual yang sudah dicapai dalam masyarakat itu.”

1. Komunal
primitif
Komunal berasal Bahasa
Yunani yaitu komune yang artinya kelompok dan primitf yang artinya kuno
atau jaman batu. Masyarakat komunal primitif ialah “masyarakat yang
pertama-tama lahir di dunia dalam sejarah perkembangan masyarakat”. Disebut
masyarakat komunal primitif karena sistem ekonominya bersifat komunal dan alat
kerjanya masih primitif. Sistem ekonomi komunal primitif ialah sistem ekonomi
yang alat produksinya milik komune, tujuan produksinya untuk kepentingan
komune, dan hasil produksinya dibagi menurut kebutuhan masing-masing anggota
komune. Dalam masyarakat komunal primitif, manusia pada mulanya hidup secara nomaad,
yaitu hidup bergerombol dan berpindah-pindah, mengembara dari satu ke lain
tempat. Tidak menetap di satu tempat. Tempat-tempat pengembaraan atau tempat
tujuannya ialah tempat-tempat yang terdapat makanan, yaitu buah-buahan dan
binatang. Mereka berada di satu tempat hanya selama di situ masih ada dan cukup
makan. Kemudian pindah sesudah makanan di tempat itu habis atau tidak cukup,
dan ditinggalkan begitu saja. Taraf hidup ekonomi mereka baru pada tingkat
mencari yang sudah ada. Belum sampai pada tingkat memproduksi untuk mencukupi
keperluannya.
Dalam hidup bergerombol,
mereka hidup bersama mencari makan bersama, berburu bersama. Mengumpulkan
buah-buahan bersama, hasilnya sebagai milik bersama, dan dibagi bersama sesuai
dengan kebutuhan masing-masing. Alat kerjanya pun masih primitif masih
menggunakan batu untuk mencari makanan yang terdapat pada alam dan tenaga
kerjanya pun komune itu sendiri. Dengan begitu berlangsung hubungan produksi
kerjasama yang hasilnya untuk kepentingan bersama segerombolan.
Gerombolan-gerombolan
pengembara antara yang satu dengan yang lain tidak ada dan tidak mempunyai
saling hubungan. Masing-masing hidup sendiri-sendiri. Bila sering bertemu,
timbul perkelahian berebut daerah makanan. Gerombolan yang menang, mengusai
daerah yang dikehendaki. Sedang yang kalah, pergi meninggalkan daerah-daerah
itu atau ditawan. Mereka yang kena ditawan, biasanya lalu dibunuh karena
dianggap hanya akan menambah beban hidup gerombolan yang bisa memberatkan.
Gerombolan makin lama
makin bertambah besar. Hidup mengembara menjadi bertambah tidak praktis. Lalu
timbul usaha untuk hidup menetap. Keadaan dan kehidupan masyarakat menjadi
berubah. Gerombolan yang hidup mengembara menjadi gerombolan/kelompok yang
hidup menetap. Keadaan dan kondisi kelompok (komune) menjadi berubah di dalam
kelompok mulai berlangsung kehidupan berumah tangga, pekerjaan dibagi dengan
keadaan dan kemampuan tenaga kerja.
Wanita dengan keadaan dan
kemampuan menjadi pengurus keluarga dan bercocok tanam, sedangkan laki-laki
berburu, mencari ikan atau buah-buahan. alat kerja dimiliki bersama dan
digunakan secara bersama karena kehidupan komune memenuhi kebutuhan (makan)
dengan cara mencari sama-sama dan menbagikannya sesuai dengan kebutuhan. Kehidupan ekonomi komune bersumber
dari hasil kerja cocok tanam dan dari perburuan. Wanita bekerja bercocok tanam
mempunyai hasil hasil secara tetap dan bisa mencukupi kebutuhan komune, sedang
laki-laki berburu, hasilnya tidak menetu. Dengan begitu, pekerjaan wanita,
yaitu pekerjaan bercocok tanam mempunyai peranan yang penting dan pengaruh yang
besar dalam kehidupan ekonomi komune dan dalam kehidupan kelompok daripada
pekerjaan laki-laki, yaitu berburu. Itu berarti bahwa wanita memegang peranan
penting dalam kehidupan ekonomi komune dan membawa pengaruh yang besar dalam
kehidupan kelompok daripada laki-laki. Peranan penting wanita dalam kehidupan
komune dan berpengaruh besar dalam kehidupan gen, itu membawa wanita juga
berperanan dan berpengaruh dalam kehidupan keluarga. Dari itu berlaku sistem matrialchal
dalam hubungan keluarga, yaitu garis keturunan menurut darah ibu, yang itu
menunjukan dan berarti bahwa wanita mempunyai kekuasaan yang lebih daripada
laki-laki dalam hubungan keluarga.
Laki-laki disamping
berburu, di kelompok atau di rumah juga membantu pekerjaan wanita dengan ikut
bercocok tanam, kecuali itu juga memelihara sementara binatang hasil buruan
sebagai usaha beternak. Pekerjaan laki-laki demikian itu menambah hasil
produksi keperluan pangan. Peranan dan hasilnya tampak mengimbangi peranan dan
pekerjaan hasil pekerjaan wanita. Bahkan kemudian menjadi lebih besar. Sejalan
dengan itu pengaruh peranan kekuasaan ekonomi dalam kelompok berangsur-angsur
beralih ke tangan laki-laki dan menimbulakan pula perubahan dalam sistem
hubungan keluarga. Sistem matrialchal berubah menjadi sistem patrialchal,
yaitu garis keturunan menurut darah ayah.
Dengan perubahan itu
tercatat dua peristiwa penting dalam sejarah. Pertama, peranan dalam
ekonomi beserta perubahannya membawa dan menentukan peranan dalam hubungan
sosial atau sistem sosial. Kedua, tidak selalu atau tidak selamanya
peranan perempuan di bawah peranan laki-laki. Tidak selalu atau tidak selamanya
peranan dan “kekuasaan” ekonomi rumah tangga ataupun masyarakat berada di
tangan laki-laki tapi pernah juga di tangan perempuan.
Berkembangnya cocok tanam
merubah praktek produksi masyarakat. Masing-masing komune memiliki jenis cocok
tanam atau usaha produksi sendiri. Di pedalaman, bersandar pada hasil cocok
tanam daratan, sementara di pesisir pada hasil-hasil laut dan pernak pernik
seperti kerang. Terkadang diadakan barter antara mereka yang di pedalaman dan
di pesisir inilah kali pertama terjadinya tukar menukar barang produksi atau
yang disebut dengan barter dalam sejarah perkembangan masyarakat.
Meningkatnya jumlah
komune yang kemudian menuntut masing-masing komune untuk menunjuk salah satu
wakil komune yang kemudian diangkat menjadi kepala suku. Kepala suku ini lah
yang kemudian menjalankan praktek barter dan pengumpulan hasil produksi dari
anggota komune. Inilah yang mengawali penumpukan hasil produksi pada segelintir
orang (akumulasi). Kepala suku pun membentuk aparat penjaga (untuk menjaga
kestabilan sistem akumulasi tersebut).
Berkembangnya temuan
seperti api dan logam di masa komunal primitif, telah mengembangkan kemampuan
masyarakat ketika itu untuk melahirkan tombak dan sejenisnya sebagai alat kerja
yang membuat komune menghasilkan lebih banyak hasil produksi. Peran kepala suku
kemudian beralih menjadi penumpukan kekayaan dikarenakan pelonjakan bahan
produksi yang di produksi oleh komune yang diakibatkan oleh penemuan alat kerja
baru dan memaksa anggota komune menyerahkan miliknya kepada kepala suku. Jika
tidak kepala suku akan menindas melalui aparat penjaga dan aparat bersenjata.
Kebutuhan akan produksi
yang meninggi, juga memaksa terjadinya persaingan anatara komune atau suku.
Terjadilah perang dan komune/suku yang kalah perang ditawan dan dipaksa bekerja
atau dijadikan alat kerja alias budak untuk menghasilkan produksi bagi
komune/suku yang menang serta daerah komune yang kalah dikuasai oleh komune
yang menang. Dengan demikian corak produksi komunal primitif hancur digantikan
dengan corak produksi baru yang keadaan masyarakatnya didasarkan pada
penindasan kelas yang lemah dengan kelas yang kuat yang diakibatkan peperangan
dan yang menang dalam hal ini menjadi pemilik budak dan yang kalah dalam hal
ini menjadi budak. Dan keadaan masyarakat ini disebut dengan masa kepemilikan
budak.

2. Perbudakan/Kepemilikan
Budak
Hancurnya hubungan
produksi dan masyarakat komunal primitif diganti dengan terbentuknya hubungan
produksi dan masyarakat pemilikan budak yang didalamnya ketua-ketua
suku/kelompok menjadi tuan-tuan budak, orang-orang yang ditaklukan dan
orang-orang lemah menjadi budak. Sedang keluarga tuan budak dan lain-lain
sebagai orang-orang merdeka. Tuan-tuan budak melengkapi dirinya dengan
mengangkat aparat senjata menjadi tukang-tukang pukul untuk menghadapi
perlawanan budak-budaknya, dan aparat penjaga menjadi mandor-mandor untuk mengawasi
kerja budak-budaknya itu. Tukang pukul dan mandor itu pada hakekatnya sama.
Sistem ekonomi pokok
komunal primitif ialah pemilikan bersama atas alat produksi dan kerja bersama
untuk kepentingan bersama, hasil kerja untuk keperluan bersama atas pembagian
menurut kebutuhan. Sedang ekonomi pokok pemilikan budak ialah pemilikan budak
oleh tuan budak dan kerja budak untuk kepentingan tuan budak. Budak milik
sepenuhnya tuan budak. Tidak hanya tenaga kerjanya, tetapi juga manusianya itu
sendiri menjadi milik tuan budak. Karena itu budak tidak hanya boleh dijual,
tetapi juga boleh dibunuh oleh tuan budak.
Budak adalah alat kerja
yang bernyawa milik tuan budak. Budak hanya menerima sekadar kebutuhan makan
atas tanggungan tuan budak untuk tidak mati dan supaya bisa terus bekerja untuk
tuan budak. Budak sama sekali tidak mempunyai kemerdekaan hidup. Hidupnya
sepenuhnya menjadi milik dan dikuasai oleh tuan budak untuk kepentingan tuan
budak. Budak yang tidak ubahnya sebagai barang milik tuan budak merupakan kekayaan
dan sebagainya ukuran kekayaan tuan budak. Kekayaan tuan budak diukur dari
banyak-sedikitnya jumlah budak yang dimiliki serta kualitas atau keadaan
budak-budaknya itu. Budak laki-laki dan muda perkasa nilainya lebih tinggi dari
pada budak perempuan dan anak-anak. Budak yang sudah tidak berguana atau sudah
kurang daya gunanya, kurang produktif kerjanya dan sebagainya. Dijual atau
dibunuh oleh tuan budak supaya tidak menjadi beban yang memberatkan tanggungan
tuan budak.
Budak sebagai alat kerja
boleh dipakai atau dibuang, dijual atau ditukarkan. Maka dipelihara baik-baik
kalau diperlukan atau dihancurkan sama sekali yaitu dibunuh kalau sudah tidak
diperlukan. Itu terserah sepenuhnya pada tuan budak. Tuan budak merampas dan
memiliki sepenuhnya hasil kerja budak-budaknya. Tuan budak sendiri lepas sama
sekali dari proses produksi atau sama sekali tidak melakukan kerja produksi.
Kerja budak sepenuhnya atas kehendak tuan budak. Tidak ada batas waktu jam
kerja. Mereka bekerja di bawah ancaman cambuk dan pukulan mandor dan tukang
pukul yang mengawasi pekerjaannya.
Setelah terjadi
pengekploitasian secara berlebihan oleh tuan budak terhadap si budak yang
membuat budak timbul sifat perlawanan untuk melawan ketidakadilan yang
didapatkan oleh budak yang akhirnya kepentingan tuan-tuan budak untuk lebih
meguasai budak-budak ini membuat pemikiran pada tuan-tuan budak untuk membuat
sebuah organisasi yang disebut negara untuk menjaga dan melancarkan kepentingan
tuan budak untuk tetap bisa mengekploitasi serta mendapatkan keuntungan/nilai
lebih dari hasil produksi yang dilakukan budak-budak.
Penindasan yang luar
biasa yang dihadapi budak menyebabkan melemahnya tenaga si budak dan
berpengaruh pada hasil produksi (hasil produksinya berkurang) dan meledaknya
pemberontakan budak kepada si tuan budak dimana-mana.
Untuk mendapatkan produksi yang banyak si tuan budak mencari celah dengan cara membebaskan budak, untuk itu status budak dilepaskan, serta ditemukan teknik baru dalam bercocok tanam yang menetap selanjutnya budak diberi tanah garapan yang akan digarap sendiri oleh mereka, tetapi hasilnya harus tetap diserahkan kepada si pemilik tanah, tanah itu sendiri tetap menjadi milik si tuan budak yang sekarang berganti statusnya menjadi tuan tanah (feodal). Dengan demikian perubahan hubugan produksi baru dalam masyarakat, yaitu hubungan produksi antar tuan tanah (feodal) dengan hamba tani. Inilah yang menandai lahirnya corak produksi feodalisme dalam masyarakat.

3. Feodalisme
Hubungan produksi feodal
terbentuk dan berlangsung sesuai dengan tuntutan perkembangan tenaga produktif
sesuai bagi kelonggaran geraknya. Sebagaimana budak yang merupakan tenaga kerja
sebagai unsur tenaga produktif telah mendapat kebebasan dan kemerdekaan sesuai
dengan tuntutannya. Budak yang kemudian menjadi hamba tani dalam hubungan
produksi feodal, pada hakekatnya juga budak. Tapi bukan lagi budak yang boleh
dibunuh dan dijual-belikan seperti pada jaman pemilikan budak. Hamba tani bukan
budak yang diikat dengan rantai di kakinya pada waktu sedang bekerja seperti
pada jaman pemilikan budak. Tapi hamba tani adalah budak yang hidupnya diikat
erat-erat dengan tanah garapan milik tuan feodal. Hamba tani menjadi sangat
sulit untuk bisa melepaskan diri dari ikatan tanah garapannya. Mereka sangat
takut dan tidak berani begitu saja meninggalkan tanah garapannya. Yang mengikat
hidupnya sangat erat. Bagi hamba tani meninggalkan dan melepaskan diri dari
ikatan tanah garapannya berarti kehilangan sumber pangan atau suber hidup, yang
itu berarti mati. Karena mereka tidak punya tanah milik untuk digarap sebagai
sumber pangan atau sumber hidupnya.
Berhubung dengan itu hamba
tani terpaksa hanya tunduk dan menurut saja ikut ditukar (barter) bersama tanah
garapannya bila tanah garapannya itu ditukar (barter) oleh tuan feodalnya.
Mereka ikut berpindah tangan bersama tanah garapannya dan menjadi tani hamba
bersama tuan feodal yang baru bila tanah garapannya itu ditukar (barter) oleh
tuan feodalnya kepada tuan feodal yang lain. Kemudian sesudah berpindah tangan
menjadi hamba tani pada tuan feodal yang baru, merekapun harus tunduk dan
menurut saja pada ketentuan-ketentuan dari tuan feodalnya yang baru itu.
Dengan kedudukannya yang
demikian itu maka pada hakekatnya hamba tani adalah manusia setengah budak,
yaitu manusia yang sudah tidak boleh dibunuh, tetapi masih bisa ditukar
(barter) bersama tanah garapannya. Dengan begitu tani hamba adalah manusia yang
belum sepenuhnya bebas dan merdeka karena hidupnya masih terikat dan tergantung
pada tanah garapan milik tuan feodal serta tunduk pada ketentuan-ketentuan di bawah
penindasan dan penghisapan tuan feodal. Walau demikian itu kedudukan dan
keadaannya, tetapi hamba tani sebagai tenaga kerja dan unsur tenaga produktif
merasa masih lebih baik dari pada kedudukan dan keadaan budak dalam hubungan
produksi pemilikan budak. Memang hamba tani masih bekerja berat dan waktu
kerjanya pun panjang, tapi juga masih ringan dan ada kelonggaran bila dibanding
dengan kerja budak.
Sistem ekonomi pokok
feodalisme ialah pemilikan tanah oleh tuan feodal dan kerja hamba tani dalam
ikatan tanah garapan milik tuan feodal di bawah syarat ketentuan dan
kepentingan tuan feodal. Tanah-tanah dikuasai dan merupakan milik tuan feodal.
Di atas tanah itulah hamba tani bekerja, hidup diikat dengan tanah garapannya
oleh tuan feodal atas dasar ketentuan dan kepentingan tuan feodal. Tuan feodal
kecuali pemilik dan penguasa tanah, juga penguasa dan pengendali pemerintahan
negara. Dengan kekuasaannya itu tuan feodal menindas dan menghisap hamba tani
serta menjaga keselamatan pemilikannya atas tanah dan kelangsungan penguasannya
atas tanahnya itu sebagai sumber pokok dan utama bagi pangan, kekayaan, dan
modal pemerintahan. Dengan begitu hamba tani benar-benar sangat sulit bisa
hidup lepas dari ikatan penindasan dan penghisapan dalam hubungan produksi
feodalisme. Hamba tani mengalami berbagai macam bentuk penindasan dan
penghisapan feodalisme. Mereka bekerja menggarap tanah dengan hasilnya sebagian
sangat besar untuk tuan feodal, dan hanya sebagian sangat kecil untuk dirinya
sendiri. Mereka bekerja di dua tempat atau di dua bagian tanah, yaitu di atas
tanah tuan feodal dan di atas tanah garapannya sendiri. Untuk itu, waktu kerja
mereka dibagi. Berapa hari dalam satu minggu atau berapa minggu dalam satu
bulan, dan sebagainya.
Dan pada masa feodalisme
(tuan tanah) dilakukanlah barter bahan produksi dari tuan tanah yang satu
dengan tuan tanah yang lain dan hamba tani yang berpikiran ingin mendapatkan
penghasilan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhannya dengan menawarkam diri
sebagai perantara penukaran barang produksi jadi yang dimiliki tuan tanah
kepada tuan tanah yang lain dan menimbulkan sifat penimbunan barang produksi
pada hamba tani yang melakukan penukaran barang tersebut untuk mendapatkan
keuntungan yang kemudian menjadikan modal awal untuk berdagang. Dari hal
tersebut tuan tuan tanah mulai menyadari bahwa bahan produksi yang ditukar
tidak sesuai maka dari itu tuan-tuan tanah membuat kesepakatan untuk menciptakan
alat tukar baru, yaitu uang agar tidak lagi terjadi kerugian terhadap tuan-tuan
tanah.
Yang pada akhirnya hamba
tani ini menjadi borjuasi-borjuasi, hamba tani disebut borjuasi-borjuasi
dikarenakan mereka membuat gilde (rumah tangga industri) mereka bisa membuat
gilde karena mereka mendapatkan hasil dari berdagang, akan tetapi setelah
mereka membuat gilde (rumah tangga industri) para borjuasi-borjuasi ini ditarik
pajak oleh para feodal atau raja-raja/tuan tanah. Inilah sebuah embrio yang
nantinya melahirkan sistem ekonomi kapitalisme dan timbullah 2 revolusi besar
dalam sejarah perkembangan manusia, yaitu Revolusi Inggris 1769 yang disebut
sebagai revolusi industri penemuan mesin uap oleh James Watt. Revolusi Perancis
(1781-1891) yang membuat suatu perubahan feodal-feodal runtuh oleh para
kaum-kaum borjuasi.
Setelah ditemukan
benua-benua baru oleh bangsa-bangsa biru/eropa dengan melalui perdagangan yang
akhirnya membuat bangsa-bangsa biru/eropa mempunyai tujuan 3G (Gold, Glory,
Gospel) terhadap bangsa-bangsa asia, afrika dan amerika. Setelah mempunyai
gilde dan menemukan benua-benua baru. Para borjuasi akhirnya mulai
mengekploitasi bangsa-bangsa asia, afrika dan amerika karena ditemukannya alat
produksi baru. Dan mereka memakai cara-cara kapital, yaitu eksploitasi,
akumulasi dan ekspansi. Yang akhirnya merubah hubungan produksi atau corak
produksi yang tadinya feodalisme menjadi kapitalisme karena perkembangan alat
produksi dan revolusi yang terjadi di Inggris dan Perancis.

4. Kapitalisme
Masyarakat kapitalis
lahir dengan berlangsungnya ekonomi kapitalis yang faktor-faktornya sudah
terkandung di dalam masyarakat feodal. Faktor-faktor ekonomi kapitalis timbul
dan berkembang di dalam masyarakat feodal dimulai dari timbulnya perdagangan
dan ekonomi pasar yang berlangsung di samping ekonomi feodal. Ekonomi kapitalis
telah menghancurkan dan menggantikan ekonomi feodal.
Sistem ekonomi pokok
kapitalis ialah pemilikan perorangan oleh kapitalis atas alat produksi dan
kerja kelas buruh di bawah ikatan kepentingan kapitalis. Sifat ekonomi
kapitalis adalah ekonomi barang dagangan, yaitu memproduksi barang untuk
kepentingan pasar atau untuk dijual sebagai jalan untuk mendapatkan keuntungan.
Karena itu, masyarakat kapitalis adalah masyarakat barang-dagangan. Artinya,
dalam masyarakat kapitalis, semua menjadi barang dagangan. Termasuk tenaga
kerja buruh pun menjadi sebagai barang dagang yang dijual-belikan di pasar.
Pasar adalah tempat penawaran dan permintaan atau tempat jual beli barang
dagangan.
Masyarakat kapitalis
adalah masyarakat penghisapan kaum kapitalis atas kerja kaum buruh atau
masyrakat kapital yang menghisap darah manusia dan masyarakat uang yang
menimbun kekayaan serta masyarakat barang-dagangan yang mengejar keuntungan.
Kapital, uang dan barang-dagangan itu bergerak dari nafas penghisapan atas
kerja kaum buruh. Ketiga-tiganya merupakan tiga serangkai yang mempunyai
peranan penting dalam gerak masyarakat dan kehidupan kapitalis yang hidup dari
nafas penghisapan atas kerja kaum buruh. Sebab kapitalis dan kapitalisme tidak
bisa hidup menghisap tanpa kapital dan tanpa peranan uang serta produksi barang-dagangan.
Penghisapan kapitalis atas tenaga kerja dan hasil kerja kaum buruh begitu
halus, melalui jalan yang sangat berliku-liku dengan cara-cara yang rumit,
sangat terselubung dan penuh rahasia. Demikian itu penghisapan kapitalis atas
buruh menjadi sangat tidak kentara. Begitu tidak kentaranya sampai bisa tidak
dimengerti dan tidak terasa oleh kaum buruh bahwa sesungguhnya mereka itu hidup
bekerja di dalam cengkeraman dan di bawah penghisapan kapitalis.
Penghisapan kapitalis
yang demikian itu menampakkan diri dengan berbagai macam bentuk yang mengandung
sangat banyak persoalan. Persoalannya begitu banyak dan tidak sederhana hingga
tidak mudah dimengerti begitu saja, baik oleh kaum buruh yang terhisap maupun
oleh mereka yang menangkap gejalanya.
Cara yang dilakukan
pemodal dengan menghisap tenaga kerja buruh untuk nilai lebih dengan sistem
monopoli pasar atau neoliberalisme (liberalisme gaya baru dengan skema pasar bebas)
agar terciptanya pasar yang luas karena sistem ekonomi kapitalis melanggengkan
sistem penghisapannya lewat sistem negara atau kebijakan negara/aparatur
ideologis untuk menciptakan tenaga kerja yang murah, sumber daya alam yang
melimpah dan pasar yang luas sehingga sistem ekonomi kapitalis dapat terus
hidup dari penghisapan yang dilakukannya.
Nilai Lebih/ Profit
Upah adalah jumlah uang
yang dibayar oleh kapitalis untuk waktu kerja tertentu. Yang dibeli kapitalis
dari buruh adalah bukan kerjanya melainkan tenaga kerjanya. Setelah ia membeli
tenaga kerja buruh, ia kemudian menyuruh kaum buruh untuk selama waktu yang
ditentukan, misalnya untuk kerja 7 jam sehari, 40 jam seminggu atau 26 hari
dalam sebulan (bagi buruh bulanan).
Tetapi bagaimana
kapitalis atau (pemerintah dalam masyarakat kapitalis) menentukan upah buruhnya
sebesar 591.000 perbulan (di DKI misalnya) atau 20 ribu per hari (untuk 7 jam
kerja misalnya)? Jawabanya karena tenaga kerjanya adalah barang dagangan yang
sama nilainya dengan barang dagangan lain. Yaitu ditentukan oleh jumlah
kebutuhan sosial untuk memproduksikannya (cukup agar buruh tetap punya tenaga
untuk bisa terus bekerja). Yaitu kebutuhan hidupnya yang penting yaitu
kebutuhan pangan (misalnya 3 kali makan), sandang (membeli pakaian, sepatu dll)
dan papan (biaya tempat tinggal) termasuk juga untuk untuk menghidupi
keluarganya. Dengan kata lain cukup untuk bertahan hidup, dan sanggup
membesarkan anak-anak untuk menggantikannya saat ia terlalu tua untuk bekerja,
atau mati. Lihat misalnya konsep upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah.
Jadi upah yang dibayarkan
oleh kapitalis bukanlah berdasarkan berapa besar jumlah barang dan keuntungan
yang diperoleh kapitalis. Misalnya saja sebuah perusahan besar (yang telah
memperdagangkan sahamnya di pasar saham) sering mengumumkan keuntungan
perusahaan selama setahun untung berapa ratus milyar. Tetapi dari manakah
keuntungan ini didapat? Jelas keuntungan yang didapat dari hasil kegiatan
produksinya. Tetapi yang mengerjakan produksi bukanlah pemilik modal melainkan
para buruh yang bekerja di perusahaannya lah yang menghasilkan produksi ini.
Yang merubah kapas menjadi benang, merubah benang menjadi kain, merubah kain
menjadi pakaian dan semua contoh kegiatan produksi atau jasa lainnya. Kerja
kaum buruh lah yang menciptakan nilai baru dari barang-barang sebelumnya.
Contoh sederhana misalnya
: Seorang buruh di pabrik garmen dibayar 20.000 untuk kerja selama 8 jam
sehari. Dalam 8 jam kerja ia bisa menghasilkan 10 potong pakaian dari kain 30
meter. Harga kain sebelum menjadi pakaian permeternya adalah 5000 atau 150.000
untuk 30 meter kain. Sementara untuk biaya benang dan biaya-biaya produksi
lainnya (misalnya listrik, keausan mesin dan alat-alat kerja lain) dihitung
oleh pengusaha sebesar 50.000 seharinya. Total biaya produksi adalah 20.000
(untuk upah buruh) + 150.000 (untuk kain) + 50.000 (biaya produksi lainnya)
sebesar 220.000. Tetapi pengusaha dapat menjual harga satu kainnya sebesar
50.000 untuk satu potong pakian atau 500.000 untuk 10 potong pakaian di
pasaran. Oleh karena itu kemudian ia mendapatkan keuntungan sebesar 500.000 –
220.000 = 280.000.
Jadi kerja 8 jam kerja
seorang buruh garmen tadi telah menciptakan nilai baru sebesar 280.000. Tetapi
ia hanya dibayar sebesar 20.000. Sementara 260.000 menjadi milik pengusaha.
Inilah yang disebut nilai lebih. Padahal bila ia dibayar 20.000, ia seharusnya
cukup bekerja selama kurang dari 1 jam dan dapat pulang ke kontrakannya. Tetapi
tidak, ia tetap harus bekerja selama 8 jam karena ia telah disewa oleh
pengusaha untuk bekerja selama 8 jam. Jadi buruh pabrik garmen tadi bekerja
kurang dari satu jam untuk dirinya (untuk menghasilkan nilai 20.000 yang ia
dapatkan) dan selebihnya ia bekerja selama 7 jam lebih untuk pengusaha (260.000).
Kapitalisme telah
terbukti tidak mampu menyejahterahkan rakyat pekerja, dan rakyat miskin bukan
saja di negeri-negeri miskin dunia III melainkan juga kini di negeri-negeri
dunia I. Tingkat kesejahteraan rakyat pekerja di negeri-negeri dunia I telah
merosot. Wajar bila kemudian mulai bangkitnya perlawanan baik dari kaum buruh,
pemuda, mahasiswa, perempuan, aktivitis lingkungan menentang keberadaan
kapitalisme. Begitu pula halnya di negeri-negeri miskin dunia III, mulai
menyadari bahwa perjuangan kaum buruh tidak dapat dilakukan hanya sebatas
perjuangan menuntut perbaikan upah semata tanpa menghapuskan akar dari
penghisapan dan kemiskinan serta ketidakadilan yaitu sistem kapitalisme.
Perjuangan harus ditujukan untuk melakukan perjuangan politik yaitu untuk
demokrasi rakyat miskin dan perjuangan untuk sebuah sistem masyarakat yang adil
yaitu Sosialisme.
Perlu Dipahami :
a. Faktor-Faktor Produksi
terbagi menjadi 3, yaitu
- Alat-alat kerja, ialah
suatu benda yang membantu untuk memperoleh hasil produksi.
- Sasaran kerja, ialah
material-material yang digunakan untuk memperoleh hasil produksi.
- Tenaga kerja, ialah
Manusia yang mengoprasikan Alat Kerja untuk memperoleh Hasil Produksi.
b. Hubungan produksi,
ialah hubungan anatar pemilik alat-alat produksi dengan tenaga produktif untuk
menghasilkan suatu produksi.
c. Sistem Ekonomi
Politik, ialah cara-cara memperoleh kebutuhan.
Kesimpulan
Berubah dan berkembangnya
masyarakat itu ditentukan dari cara mereka memproduksi barang-barang material.
Cara mereka memproduksi itu ditentukan dari alat-alat produksi dan tenaga
produktif yang berubah dan perkembangan alat-alat produksi dan tenaga produktif
akan menentukan hubungan produksi yang selanjutya menentukan sistem ekonomi
politik masyarakat.
Karena sistem ekonomi
politik mempengaruhi keadaan sosial masyarakat seperti budaya,
kebiasaan-kebiasaan dan norma-norma. Perkembangan sistem ekonomi politik dari
komunal primitif hingga kapitalis mengalami perubahan keadaan masyarakat yang
tadinya sosialis-humanis (manusia yang memanusiakan manusia) menjadi exploitation
de human par human and de nation par nation (penghisapan oleh manusia antar
manusia dan oleh bangsa antar bangsa).
Jika melihat Falsafah Kehidupan berbangsa dan bernegara sudah jelas bahwasannya exploitation de human par human and de nation par nation (penghisapan oleh manusia antar manusia dan oleh bangsa antar bangsa) itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila karena menurut Bung Karno Pancasila itu menantang exploitation de human par human and de nation par nation (penghisapan oleh manusia antar manusia dan oleh bangsa antar bangsa) karena pada dasarnya Pancasila ialah Ideologi Bangsa yang memanusiakan manusia.