Hak Asasi Manusia - Kesadaran Utuh Menolak Ketertindasan

Urgensi HAM

Negara-negara di dunia mengakui Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai bagian hakiki dari konstitusi mereka. Terlebih semenjak adanya DUHAM yang turut diratifikasi tiap negara dengan deklarasi tersebut baik sebagian maupun seluruhnya. Implementasi Demokrasi dan HAM dalam sistem ekonomi-politik pasca perang dunia ke-II menjadi sebuah keharusan. Negara berusaha mentraformasikan diri dengan berbagai penyesuaian untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara demokratis yang menjujung tinggi nilai-nilai HAM, konsep tersebut sangat identik dengan kesetaraan. Oleh karena itu kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia. Bahwa HAM perlu dilindungi dengan peraturan hukum, supaya orang tidak terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan.

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." Indonesia juga termasuk negara yang mengakui “Declaration Universal of Human Rights”. Dunia memproklamasikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) sebagai suatu standar umum untuk keberhasilan bagi semua bangsa, dan semua negara. Agar setiap orang dan setiap badan didalam masyarakat senantiasa mengingat deklarasi tersebut, akan berusaha dengan cara pertama: mengajarkan; kedua: memberikan pendidikan. Untuk membangkitkan kegairahaan dan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dengan jalan tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatan yang universal dan efektif.

Sejarah perjalanan bangsa indonesia tidak dapat dihapus dari perjuangan mewujudkan demokrasi, pada tahun 1998 rezim otoritarianisme berhasil ditumbangkan yang kemudian membawa reformasi bangsa indonesia menuju rezim demokrasi. Negara tidak hanya berkewajiban untuk melakukan perbaikan sistem politik dan hukum, tetapi juga secara khusus negara memiliki kewajiban penuh untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada warga negara. Tetapi pada realitanya, negara melalui otoritasnya, masih menolak menggunakan mekanisme akuntabilitas; (1) Pengadilan HAM, (2) pengungakapan kebenaran, dan (3) pemulihan, dalam rangka memenuhi hak-hak warga negaranya.

 

Pengertian HAM

HAM dan demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia diseluruh penjuru dunia. HAM dan demokrasi juga dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan demokrasi yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan.

Pengertian Hak Asasi Manusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah: “Seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia “.

HAM menurut John Locke ialah hak manusia yang langsung diberikan Tuhan sebagai hak yang kodrati. Tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa mencabutnya. Memiliki sifat suci dan mendasar. Jadi maksudnya hak asasi manusia adalah hak yang kodrati yang langsung diberikan oleh Tuhan, seharusnya tidak ada seorangpun yang dapat mengambil hak masing-masing individu atau manusia yang ada di dunia ini. Karena hak tersebut memiliki sifat suci dan mendasar.

Dikutip dari buku Hukum Hak Asasi Manusia karangan Dr. A. Widiada Gunakaya S.A., S.H., M.H. Wolhoff mengutarakan kalau HAM merupakan sejumlah hak yang seolah berakar dalam setiap oknum atau individu. Hal itu muncul karena kemanusiaannya. HAM tidak dapat dicabut oleh siapa pun. Apabila HAM dicabut, maka hilang sudah kemanusiaannya.

 

Generasi HAM di Dunia

Max Boli Sabon (hal.31-33) membagi menjadi 3 generasi yaitu:

1.       Generasi pertama: Hak Sipil dan Politik (“Hak Sipol”)

Hak Sipol ini dituangkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (“UU Sipol”).

a.       Hak sipil contohnya adalah:

  • hak untuk menentukan nasib sendiri;
  • hak untuk hidup;
  • hak untuk tidak dihukum mati;
  • hak untuk tidak disiksa;
  • hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang;
  • hak atas peradilan yang adil, independen, dan tidak berpihak.

b.       Hak politik contohnya adalah:

  • hak untuk berekspresi atau menyampaikan pendapat;
  • hak untuk berkumpul dan berserikat;
  • hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan di depan hukum;
  • hak untuk memilih dan dipilih;
  • hak untuk duduk dalam pemerintahan.

 

2.  Generasi kedua: Hak Ekonomi, sosial, dan kebudayaan (“Hak Ekosob”)

Hak Ekosob ini dituangkan dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dan telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) (“UU Ekosob”).

a.       Hak ekonomi contohnya adalah:

  • hak untuk bekerja;
  • hak untuk mendapatkan upah yang sama atas pekerjaan yang sama;
  • hak untuk tidak dipaksa bekerja;
  • hak untuk cuti;
  • hak atas makanan dan perumahan;
  • hak atas kesehatan.

b.       Hak sosial contohnya adalah:

  • hak atas jaminan sosial;
  • hak atas tunjangan keluarga;
  • hak atas pelayanan sosial;
  • hak atas jaminan saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjanda, mencapai usia lanjut;
  • hak ibu dan anak untuk mendapat perawatan dan bantuan istimewa;
  • hak perlindungan sosial bagi anak-anak di luar perkawinan.

c.       Hak kebudayaan contohnya adalah:

  • hak atas pendidikan;
  • hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan;
  • hak untuk menikmati kemajuam ilmu pengetahuan;
  • hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta.

 

3.  Generasi ketiga mencakup enam macam hak, yaitu:

  • hak atas penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan;
  • hak atas pembangunan ekonomi dan sosial;
  • hak untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind), serta informasi-informasi dan kemajuan lain;
  • hak atas perdamaian;
  • hak atas lingkungan yang sehat;
  • hak atas bantuan kemanusiaan.

 

4.  Generasi keempat: satu generasi ini diusung oleh Jimly Ashiddique

Menurutnya dalam bukunya Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (hal. 209- 228) HAM generasi pertama sampai ketiga hanya konsep HAM yang dilihat dari perspektif vertikal yaitu hubungan antara rakyat dengan penguasa.

Sedangkan hak generasi keempat adalah konsepsi hak asasi manusia yang dilihat dari perspektif yang bersifat horizontal. Menurutnya, melihat perkembangan zaman ini muncul tiga kelompok kekuasaan horizontal, yaitu kekuasaan negara di satu pihak, kekuasaan ekonomi (kapitalisme global/perusahaan multinasional di lain pihak, dan kekuasaan masyarakat madani di lain pihak lagi. Singkatnya ada tiga kelompok kekuasaan yang saling berpengaruh yaitu state, market, dan civil society, termasuk non-governmental organizaton (NGO/LSM). Dengan demikian, hak generasi keempat adalah hak kelompok yang satu untuk tidak ditindas oleh yang lain, baik antar kelompok maupun intrakelompok, dalam pola hubungan horizontal.

 

HAM di Indonesia dalam Undang-Undang

Sebelum meratifikasi (menandatangani dan mengesahkan) Kovenan (perjanjian) Internasional Hak Sipol dan Kovenan Internasional Hak Ekosob, Indonesia juga telah membentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”). Menurut praktisi hak-hak perempuan dari Lembaga Samahita, Annisa Yovani, UU HAM juga telah memasukkan hak-hak terkait sipol dan ekosob seperti pasal-pasal berikut ini:

1.       Hak Sipil

a.       Pasal 9 UU HAM

  • Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
  • Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
  • Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat

2.       Hak Politik

a.       Pasal 23 UU HAM

  • Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
  • Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.

b.       Pasal 24 UU HAM

  • Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.
  • Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.       Hak Ekonomi

Pasal 38 UU HAM

  • Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.
  • Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syaratsyarat ketenagakerjaan yang adil.
  • Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.
  • Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.

4.       Hak Sosial

Pasal 41 UU HAM

  • Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.
  • Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.

5.       Hak Kebudayaan

a.       Pasal 71 UU HAM

Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundangundangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.

b.       Pasal 72 UU HAM

Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.

Dalam UU HAM, UU Sipol, maupun UU Ekosob, dan regulasi-regulasi lainnya adalah implementasi dari bentuk konsep HAM yang digunakan di Indonesia bahwa unsur-unsur HAM yang memiliki ciri khas untuk kepentingan diri sendiri (seperti hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu) adalah konsep HAM individualistik. Sedangkan unsur-unsur HAM yang memiliki ciri khas antar individu atau suatu kelompok atau berkaitan dengan keadilan (hak untuk mendapat upah yang sama, mendapat jaminan sosial, hak untuk berkumpul) adalah konsep HAM aliran paham sosialisme.


Aliran-Aliran HAM

  • Individualistis

Paham individualistis ini seringkali dikenal juga dengan paham liberalisme (kebebasan) yang dikenalkan oleh John Locke dan Jan Jaques Rousseau dan dikutip oleh Max Boli Sabon dalam bukunya Hak Asasi Manusia (hal. 87) adalah paham yang mengatakan bahwa manusia sejak dalam kehidupan alamiah (status naturalis) telah mempunyai hak asasi, termasuk hak-hak yang dimiliki secara pribadi. Hak manusia meliputi hak hidup, hak kebebasan dan kemerdekaan, serta hak milik (hak memiliki sesuatu)

  • Marxisme

Paham marxisme menurut Mujaid Kumkelo, dkk dalam bukunya Fiqh HAM (Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi Manusia dalam Islam) (hal. 34) adalah paham yang diambil dari filsuf Karl Marx, dimana paham tersebut menolak teori hak-hak alami, karena suatu hak adalah kepemilikan negara atau kolektivitas (respository of all rights). Paham marxisme ini menurut Teguh Presetyo dalam bukunya Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat (hal. 42) sebuah filsafat yang tidak boleh statis, tetapi harus aktif membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi, bukan ide-ide. Menurut Marx, manusia selalu terkait dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah.

Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat, yang beraktivitas, terlihat dalam suatu proses produksi. Hakikat manusia adalah kerja (homo laborans, homo faber). Jadi ada kaitan yang erat antara filsafat, sejarah, dan masyarakat. Pemikiran Marx ini dikenal dengan Materialisme Historis atau Materialisme Dialektika. Masih dari sumber yang sama, dengan jalan pikiran ini pula Marx menjelaskan pandangannya tentang teori pertentangan kelas, sehingga pada perkembangan berikutnya melahirkan Komunisme.

  • Integralistis

Paham integralitas adalah suatu konsep negara yang dipaparkan oleh Soepomo, yang menurutnya negara adalah hukum, dimana jika negara berbahagia, berarti dengan demikian itu adalah kebahagian bagi tiap individu dan golongannya juga, karena individu dan golongan tersebut cinta kepada tanah air. Dengan demikian, hak yang berasal dari manusia sebagai otonomi sendiri adalah hal yang bertentangan menurut prinsip integralistis, karena kepentingan individu adalah kepentingan negara, begitu juga sebaliknya. (Pidato Soepomo dalam sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 31 Mei 1945. Lihat, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 - 22 Agustus 1945).

Lalu munculah pertanyaan, “aliran HAM manakah yang dianut oleh Negara Indonesia?”

Dalam UU HAM, UU Sipol, maupun UU Ekosob, dan regulasi-regulasi lainnya adalah implementasi dari bentuk konsep HAM yang digunakan di Indonesia bahwa unsur-unsur HAM yang memiliki ciri khas untuk kepentingan diri sendiri (seperti hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu) adalah konsep HAM individualistik. Sedangkan unsur-unsur HAM yang memiliki ciri khas antar individu atau suatu kelompok atau berkaitan dengan keadilan (hak untuk mendapat upah yang sama, mendapat jaminan sosial, hak untuk berkumpul) adalah konsep HAM aliran paham marxisme.


Sumber :

Dr. A. Widiada Gunakaya S.A., SH., M.H. 2017. Hukum Hak Asasi Manusia. ANDI.

Sabon, Max Boli. 2014. Hak Asasi Manusia. Jakarta. Universitas Atma Jaya.

Asshiddiqie, Jimly. 2005. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta. Konstitusi Press.

Phalita Gatra, S.H. “Konsep Hak Asasi Manusia yang Digunakan di Indonesia”. https://www.hukumonline.com/klinik/a/konsep-hak-asasi-manusia-yang-digunakan-di-indonesia-lt58e0c8234493e/ (diakses pada 16 Agustus 2023)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url