Pendidikan Ramah Gender

Komnas Perempuan (2018) menerangkan bahwa permasalahan mendasar dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah pendekatan pembangunan yang belum mengakomodasi urgensi kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, baik dalam beraktivitas, mendapatkan akses dan kontrol, serta mendapatkan manfaat dari pembangunan di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk sektor pendidikan.
Penelitian Persistency in Teachers' Grading Bias and Effects on Longer-Term Outcomes: University Admissions Exams and Choice of Field of Study dari Universitas Queensland menunjukkan fakta bahwa bias gender yang dialami murid dari pendidikan oleh gurunya, punya efek jangka panjang (Lavy & Megalokonomou, 2019).
Permasalahan ketimpangan gender juga dikuatkan oleh Global Gender Gap Report 2022 yang menemukan bahwa Indonesia menduduki peringkat 92 dari 146 negara dalam indeks kesenjangan gender (World Economic Forum, 2022). Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap, dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender terbagi menjadi peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.
Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya.
Muhadjir M. Darwin (2005: 40-41 dan 55) dalam bukunya yang berjudul Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik" mengemukakan bahwa perempuan Indonesia belum terbebas dari masalah ketimpangan gender dan nilai-nilai patriarki sebenarnya memiliki akar yang sangat kuat dalam kebudayaan Indonesia.
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung upaya untuk mewujud-kan perguruan tinggi yang berwawasan gender. Sistem manajemen pendidikan pada umumnya kurang memperhitungkan aspek kesetaraan dan keadilan gender dalam penyusunan rencana, pelaksanaan, sertadalam evaluasinya.
Hal ini dapat dilihat dari peran dan peraturan yang seringkali tidak mencakup aksi dan sanksi yang terkakit dengan masalah-masalah hubungan gender seperti pelecehan seksual, ejekan atau perlakuan tidak senonoh terhadap perempaun yang mempengaruhi hubungan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu perbedaan gender dalam pendidikan juga melahirkan beberapa kasus seperti adanya kekerasan fisik maupun kekerasan seksual yang mana ada pihak yang menganggap perempuan lemah dan bisa dilakukan semena-mena, hal ini terjadi karena masi banyak perguruan tinggi yang kurang sensitif terhadap pemenuhan kebutuhan fasilitas ruang khusus bagi perempuan seperti kamar madi yang terpisah agar perempuan lebih merasa aman.
Bukan hanya itu Kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di lingkungan pendidikanpun paling banyak terjadi di perguruan tinggi. Komisioner Komnas Perempuan menyatakan Kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan yakni kekerasan seksual 87,91 persen, psikis dan diskriminasi 8,8 persen. Lalu, kekerasan fisik 1,1 persen. Perguruan tinggi menempati urutan pertama untuk kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dengan 35 kasus pada tahun 2015 hingga 2021.
Perguruan tinggi menempati urutan pertama untuk kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dengan 35 kasus pada tahun 2015 hingga 2021. Hal ini menandakan masih rentanya perempuan dalam pendidikan dan masih kurangnya pendidikan ramah gender yang membuat perempuan belum merasa aman di ruang public.
Ungkapan James Emmanuel Kwegyir-Aggrey, guru dan misionaris Afrika-Amerika ini dikenal sebagai pionir untuk memahami manfaat pendidikan perempuan. Pendidikan buat perempuan bukan hanya penting untuk diri mereka sendiri, tetapi juga keluarga dan masyarakat.
Ketika edukasi dipercaya memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang, sayangnya pendidikan bagi perempuan masih menyimpan persoalan-persoalan yang belum terselesaikan. Termasuk pengucilan gender, eksploitasi, dan subjektifikasi perempuan pada kekerasan multidimensi.
Hal ini yang sampai saat ini masih menjadi keresahan bagi perempuan, masi banyaknya permasalahan permasalahan yang membuat perempuan merasa pendidikan saat ini belum memenuhi standar pendidikan ramah gender karena masih kurangnya perhatian dan pemenuhan dari kebutuhan perempuan dalam pendidikan yang mengakibatkan masi banyaknya permasalahan seperti pengucilan gender, pengobjektifikasian perempuan dan masih banyak kasus-kasus kekerasan seksual dalam pendidikan.
Sumber :
Syaiman Sabine Fassawa. 2023, Perspektif Gender Penyelenggaraan Pendidikan Di Sekolah Gajahwong Yogyakarta, Jurnal Kajian Sosiologis, Vol.12, No. 1
Dwi Edi Wibowo. 2010, Sekolah Berwawasan Gender, Jurnal Muwazah, Vol. 2, No.1
Anugrah Andriansyah. Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan, Paling Tinggi di Universitas,
https://www.voaindonesia.com/a/komnas-perempuan-kasus-kekerasan-seksual-di-lingkungan-pendidikan-paling-tinggi-di-universitas/6525659.html ( Diakses 23 Agustus 2023)
Dailatus Syamsiyah. 2015, Perempuan Dalam Tantangan Pendidikan Global, Jurnal PALASTREN, Vol. 8, No.2